🪀 Cerita Dewasa Di Mobil
FotoToge Besar: Cerita Dewasa: Jerita Citra Di Dalam Mobil. Nama saya Citra (samaran) , dan saya adalah mahasiswa semester 5 di salah satu universitas swasta ternama di bilangan Jakarta Pusat , dan apa yang akan saya ceritakan disini adalah kisah yang terjadi sekitar beberapa tahun yang lalu. Hari Rabu adalah hari yang paling melelahkan bagiku
Search Cerita Dewasa Mamaku Di Hamili Temanku. Sementara kedua lututnya bertekuk di lantai Sekarang aku duduk di salah satu SMA negeri di Bandung Aku di kelas 12 dan adikku kelas 10 Sakit sekali rasanya Ini merupakan bisnis yg besar Aku pernah merasakan ini sekali dalam hidupku sewaktu aku baru menikah Aku pernah merasakan ini sekali dalam hidupku sewaktu aku baru menikah.
Malamini Doyan SeX berbagi Cerita Dewasa Digilir Brondong Di Dalam Mobil. Selamat membaca & menikmati cerita sex bergambar yang hot dan di jamin bisa meningkatkan Fantasi & Gairah Seks. Mendung tebal angin dingin mulai menghembus, aku terus melaju mobil ku melintasi jalan raya yang agak sepi, aku baru saja mengunjungi salah satu nasabahku yang
Sekarangaku duduk di salah satu SMA negeri di Bandung Aku di kelas 12 dan adikku kelas 10 Sebagian cerita dewasa yang ada di blog ini adalah cerita dewasa fiksi, namun ada juga yang nyata Cerita Sex Terbaru, Cerita Dewasa, Cerita Mesum - Setelah sebelumnya ada Cerita Seks Mamaku Dientot Tukang Kebun, kini ada cerita seks bergambar Cerita
AnakKecil Wanita Dewasa. [01:30] Wanita Panggilan Indonesia 4. [02:20] Cerita Sex Dewasa Sex. [02:20] Bokep Indonesia Download sexy sister game mobile java. pengen di ngentot. Picture cradi b Xxx video. kelly divine onlyfans.
Search Cerita Dewasa Mamaku Di Hamili Temanku. Sekarang aku duduk di salah satu SMA negeri di Bandung Aku di kelas 12 dan adikku kelas 10 Cerita Dewasa Seks - Memang cerita ini agak sudah lama aku alami tapi baru ka li ini aku berani untuk menceritakan kisahku pada khalayak yang antusias dengan cerita dewasa, saat itu aku yang mau keterima di salah satu perusahaan asuransi jiwa diharuskan
seoranggigolo yang perkasa mampu melayani 3 tante sekaligus di dalam mobil pada hari itu juga. Mau tahu kelanjutan ceritanya, Langsung aja yuk baca dan simak baik baik cerita dewasa ini. Langsung aja yuk baca dan simak baik baik cerita dewasa ini. Perkenalkan nаmаku Aditya usiaku 23 tahun, dan asalku dari pulau Sumatra. Dikota
aqcV. “de… ngerti mesin mobil ga? tolongin tante dong..”Itulah kata kata yang selalu ku ingat selama ini, dan aku selalu berharap kejadian itu berulang terus. Itu semua terjadi 5 tahun lalu, ketika umurku masih sekitar 23tahun. Aku bekerja sebagai montir panggilan, ya sampai sekarang pun tetap begitu. Hampir semua mobil bisa kuperbaiki asal ada saja alatnya, terkadang aku juga jadi guru pengganti untuk smk otomotif di kota paras yang tidak terlalu jelek akupun sering berganti ganti pacar, mulai dari berjilbab sampai yang bekerja di bar bar kota bandung pernah kupacari. Jadi, masalah sex aku sudah tak asing lagi. Jangan kau tanya berapa tinggiku, karena aku hanya biasa saja seperti pemuda lain ketika itu hanya sekitar itu berawal ketika aku pulang membetulkan mobil pa zakaria yang tinggal di sebuah komplek ternama di kota bandung, mobil pa zakaria itu rumit sekali untuk dibetulkan sehingga aku membawa semua perkakas di bengkelku. Dengan mobil avanza hitam, ku pacu mobil menuju rumah pa zakaria, meskipun sudah larut malam tetap aku kerjakan mobilnya pa zakaria, maklumlah sama pelanggan lama, kasian juga pa zakaria gapunya motor atau mobil lagi buat pulang sekitar jam malam, komplek pa zakaria tinggal adalah komplek besar, jalan nya saja lebarnya hampir 6 meter se arahnya, dan ditengah tengah jalan ada taman yang membatasi dengan lajur lain, mungkin bisa kalian bayangkan bagaimana besarnya komplek itu. Dengan type culdesac tentu saja taka da jalan lain selain lewat pintu utama untuk itu bukanlah komplek yang sering dilewati oleh masyarakat, komplek itu sepi sekali jika memasuki malam, dan lampu jalanan pun kadang tak dinyalakan karena alasan hemat. Ketika aku melewati jalanan yang agak sepi, aku melihat sebuah mobil yang mengepul asap dari dalam cap mesinnya. Akupun berhenti, tapi bukan karena asap itu aku berhenti, aku berhenti karena melihat wanita di dalam mobil pun memarkir mobil hitamku agak jauh di depan mobil itu, dan lalu aku turun, ternyata ketika ku membuka pintu, wanita yang ada dalam mobil itu sudah tiba tiba menghampiri aku, dan berkata.“de… ngerti mesin mobil ga? tolongin tante dong..” ucap tante itu tanpa basa basi.“iya tante aku bisa ko, kebetulan aku montir hehe” jawabku dengan itu berjalan mendahului ku kearah mesin mobilnya yang mengepul asap, meskipun jalanan itu agak gelap, tetap saja aku bisa melihat pantat besar tante itu yang bergoyang seirama dengan langkahnya, sungguh indah walaupun sedikit tak jelas. Sekilas aku berkhayal meremas pantat besar itu, bahkan aku gigit seperti yang sering ku lakukan pada mantanku yang bahenol si tak banyak bicara selama memeriksa mesin, dan dalam 20 menit saja aku sudah mengetahui penyebabnya, ketika aku mau bicara pada tante itu ternyata tante itu sudah tertidur di dalam mobil dengan mulut menganga, aku tebak sih dia sudah memakai mobil ini dari luar kota, mungkin dia memang lelah sekali sampai sampai tidur seperti itu, tanpa kusadari aku menikmati melihatnya tertidur, dia tertidur di kursi tengah mobilnya, aku buka pintunya dan lampu dalam mobilpun menyala otomatis, dan aku pun akget bukan kepalang!Sexy banget nih tante, gilaaaa, bikin ngaceng… mana sudah seminggu aku memang tak onani, biasanya di sepong pacar, tpai kebetulan sekarang aku single, dan pikiran ku pun menjadi itu berparas cantik, memakai kacamata, dan berambut panjang, terlihat dari wajahnya kalau dia sering perawatan di kecantikan kulit, bajunya yang modis berwarna biru tosca, dan memakai jeans panjang yang sedikit ketat. Buset.. sangatlah masuk dengan pun tak lekas membangunkannya, karena ku pikir, aku akan memanfaatkan situasi ini. Tapi niat buruknya sirna seketika karena tante itu terbangun dan menatap takut padaku.“ehmm mas aduh maaf saya ketiduran nih…” seru tante sambil mengucek matanya..“iya tante gapapa ko, saya tau tante dari luar kota, iya kan?” tanyaku sambil salah tingkah takut dia tau maksudku“iya betul tante baru pulang dari Surabaya.” Jawabnya sambil minum air mineral.“jadi gini tante, mobil ini cuman kepanasan saja, kurang air di radiatornya.. tinggal tambah air saja ini sudah bisa nyala lagi, mungkin tante terlalu lama makenya, ga istirahat ya?” aku mencoba akrab“ya gitu deh mas, pengen cepet sampe bandung sih, yaudah deh mas benerin aja mobilnya, saya pengen tau beres, berapapun saya bayar mas, asal harganya masuk akal saja hehhehe” dia bilang sambil memainkan handphonenya.“oke tante.. siap” aku sambil berlalu..Dari caranya berkata aku tau dia itu memang biasa memerintah, mungkin dia bos suatu toko atau usaha sesuatu, ya ga aku pikiran deh yang kaya gituan, yang penting aku harus cepat membetulkan mobil selesailah membetulkan mobil itu, aku segera laporan ke si tante cantik.“tante sudah selesai mobilnya..”“oh bagus bagus, tapi ngomong ngomong nama km siapa?” tanyanya dengan halus.“nama saya Julio tante, tapi panggil aja ijul hehe” jawabku dengan malu.“oh ijul, ijul udah punya cowo belum?” tanyanya dengan nada nakal“lah ko cowo sih tan haha, aku normal ko suka sama cewe..” jawabku dengan tertawa, tante ini bisa melucu juga ternyata..“haha ya aku becanda jul, oh kamu normal ya? kalau normal tante mau nanya dong..” bertanya dengan wajah seperti menyembunyikan sesuatu.“apa tante?” tanyaku heran“kamu tertarik ga sama tante?” dengan lancar si tante berkata…“hmm gimana ya tan, bingung jawabnya hehe” aku kaget dikasih pertanyaan seperti itu, memang sih aku tergoda, hanya saja tidak etis jika langsung aku katakan seperti itu.“ayo mengaku saja… tante lihat ko dari tadi kamu beneri mobil sambil bener benerin celana, bangun ya tuh kontolnya.. haha” ucap tante tanpa dosa..Buset entah bagaimana perasaanku saat itu, udara dingin ditambah percakapan yang tiba tiba menjadi aneh, dan ternyata tante ini memerhatikanku dari tadi, aku memang membetulkan celana karena melihat badan sexynya ketika tertidur tadi.“aduh ketawan deh hehe” sebisaku menjawab sambil bingung akan situasi.“nahloh jul, ko bisa sih tiba tiba bangun kontolnya.. liat apa emang?” dengan memasang wajah curiga.“ngga ko tante, ga liat apa apa..”“jujur saja jul sama tante.. km liat apa sampe ngaceng gitu..”Ingin sekali aku blak blakan dan bilang ngaceng liat tante, tapi seakan lidahku menjadi kaku dan tak bisa mengucap kata kata itu, di dalam diamku menjawab pertanyaan itu, tiba tiba tangan tante itu memegang kontol… ah, rasa linunya benar benar aku rindukan, karena sudah lama kontolku tak dipegang wanita.“aduh tante mau ngapain..”“udah cepet naik sini ke mobil, nanti ada yang lihat jul.. cepet..”Akupun segera naik mobil, aku duduk disebelah tante sexy itu. Tangan tante itu terus meremas kontolku dari luar, aku bingung harus berprilaku seperti apa. Aku hanya diam saja menerima tindakan itu dan menikmati remasan tangan tante pun menuntun tanganku ke arah toketnya, akupun tak bodoh, aku langsung remas juga toketnya.“nah gitu dong jul… ahhh geli jul.. remas terus jul… keras juga gapapa… tante suka..” seraya melihat nakal terus melakukan remas meremas di dalam keheningan dan kegelapan mobil, sesekali aku mencium dan menjilat pipi tante yang menggemaskan lidah. Dan tante pun sekarang sudah membuka sabuk dan seleting ku.“jul.. pernah ngentot kan sebelumnya?” tanya tante sambil memainkan kontolku“pernah tante, kenapa emang..” jawabku sambil terus meremas toketnya..“ko nanya sih jul, entot tante dong sampe klimaks.. tante rindu kontol muda..” jawab tante sembari memposisikan badannya menghentikan tanganku yang sedang meremas toketnya, dan langsung mengulum kontolku yang sudah tegak sejak membetulkan mobil kontolku dikulum tante itu, rasa sensasi sepong menghinggapi sanubariku… rasa basah dan dingin air liur cepat aku nikmati, aku memegang rambut tante itu yang panjang, dan aku mengomandokan agar dia menyepong kontol dengan cepat, aku jenggut rambutnya. Memaju mundurkan kepalanya sesuai ritme yang aku 5 menit tante itu menyepong kontolku, lalu dia menghentikan aktifitas itu dan langsung menyandarkan tubuhnya yang sexy agak montok ke pintu dan membuka selangkangannya ke arahku.“jul, sekarang kamu dong yang oral.” Sambil dia berusaha membuka celana jeans ketatnya di tengah mobil avanza hitam yang terasa sempit jika dipakai hubungan sex seperti melemparkan celana jinsnya kebelakang, dan semerbak harum memek pun memenuhi mobil. Tanpa banyak bertanya aku langsung saja mengelus memek tante itu, dia kaget dengan elusan ku yang tanpa peringatan, dan dia tersenyum sambil tak mau ketinggalan kereta, aku langsung memposisikan badan menjilati memeknya. Aku menjilat memek seperti menjilat eskrim, hingga si tante tak kuat dengan jilatanku memukul mukul kepalaku minta aku berenti tapi tak kuturuti keinginannya, terus ku jilat sampai dia orgasme oleh itu terkena muka ku dan sedikit mengucur ke jok. Muka tante itu aku tebak sedang memejamkan mata menikmati orgasme pertamanya, nafasnya terengah engah layaknya sudah lari sprint 100m. tante itu mengisyaratkan agar aku mengentotnya segera dengan menarik kontol tegangku kearah pun tak banyak lama, langsung ku serbu dengna kontol panjang besar ku. Blesss… kontolku pun masuk sarangnya. Sensasi memek yang hangat sangat aku nikmati ditengah udara malam di bandung yang dingin seperti malam itu tak banyak bicara selama aku mengentotnya, dia terus saja merem melek menikmati entotan tiba, suara telp memecahkan kesunyian itu. Dengan ringtone buka dikit joss.“buka dikit josss”“Stop dulu jul, ada telp…”“ya halo… apa nak?”“iya mama bentar lagi plg ko, ini udah di bandung..”Aku tetap mengentotnya meski dia memintaku stop, bahkan aku menambah intensitas masuk keluarnya kontol ku. Membuatnya tak bisa menahan desahan.“eehhh aahhh~” mencubit perutku dengan tangah kirinya..“gapapa nak, mamahhh~ lagi makan aja nih, pedes aaahh~ basonya..” sambil merem melek kaya sebelumnya..Lalu diapun menutup telephone.“jul.. beresin sekarang cpt, aku mau plg ya sayang yaa..” kata si tante sambil menyimpan ho nya ke terus menggenjot memeknya seperti tidak ada hari esok. Tangan kiri tante meremas jok dengan keras, tangan kanannya memegang gagang pintu diatas lama aku pun tak kuat menahan spermaku, langsung aku semburkan di dalam tanpa tanya tante itupun seperti kaget tapi sambil menikmati hangatnya spermaku didalam memeknya.“kamu buang di dalem jul?? aku masih subur loh.. kalau aku hamil gimana…” mengambil tisu dan membersihkan memeknya.“maaf tante, ga kuat soalnya.”“yaudah gapapa, benerin tuh celananya, kalau engga aku gigit loh.” Sambil dia mengambil celana jeans nya dibelakang.“gigit aja nih…” aku arahkan kontol ke mulutnya…Dan slupppppp~, dia mengenyot kontolku yang tadinya sudah mulai melemas… dia menjilati kontolku seperti lollipop.“nah kan udah bersih tuh…” sambil dia selesai akupun plg, dia memintaku pergi menjadi ketagihan wanita yang berumur seperti dia semenjak kejadian itu, dan akupun mulai mencari petualangan yang aku sengaja buat, tidak kebetulan seperti dengan tante yang aku tak tahu namanya sampai sekarang. Aku masih selalu ingat bagaimana rasa legitnya memek tante itu dan sedotan mulutnya yang luar ane yang lain gan, silahkan mampir…thanknya ditunggu ya gaaan~
? NOVELBASAH ? “Akua, akua, akuaa! Akua, Mijon, Sprit, Panta! Yang aus, yang aus!” Teriak beberapa pedagang asongan dengan intonasi khas, menyelinap di celah barisan mobil-mobil yang tak bergerak. Pagi sudah tak lagi terlihat seperti pagi; matahari yang meninggi serta bising dan panas dari kendaraan membuatnya seolah sudah tengah hari. Sepasang muda-mudi tampak bengong di dalam Honda Jazz merah, menatap kosong pantat-pantat kendaraan yang berjajar di hadapannya. Lagu Ain’t It Fun-nya Paramore terdengar mengalun pelan di dalam kabin yang dingin ber-AC. “Udah sampe di mana kita?” Tanya Alya yang duduk di sebelah kiri kemudi. “Udah gak usah becanda.” Jawab adik Alya, Ivan yang memegang setir. “Idih sewot.” Tukas Alya sambil mengambil iPad putihnya di samping tuas rem tangan. “Abisnya, udah empat jam kita di sini gak kemana-mana.” Jawab Ivan dengan ketus. “Kak Al sih, coba tadi kita berangkat pagi banget bareng Papah, pasti gak gini ceritanya.” Pungkasnya. “Ya maaf.” Jawab Alya. “Banyak pesenan, cong.” Lanjutnya sambil mengoprek tabletnya itu. Keduanya terpaksa pulang mudik terlambat setelah Alya memaksa adiknya berbelanja oleh-oleh terlebih dahulu. Alya terlihat mengenakan tanktop double layer berwarna putih persik dan hotpants blue jeans, sesuai dengan perangainya yang super cuek tapi selaras dengan wajahnya yang cantik dan kulitnya yang putih. Sementara Ivan hanya mengenakan kaos biru kadet dengan jeans, menunjukkan tipe cowok yang santai. Kedua kakak-beradik itu hanya terpaut usia 2 tahun. Ting tong ting tong ting tong! “Hape lu tuh, angkat.” Perintah Alya. Ivan mengambil handphone-nya, melihat tapi kemudian mematikan panggilan itu. “Cieeeh dirijek.” Sindir Alya. “Siapa siiiih? Fans lu, yaa?” Cibirnya. Ivan tak menggubris sindiran kakaknya itu. “Kenapa sih lu, Van, udah kelas dua belas masih belum punya pacar?” Tanya Alya, heran dengan adiknya ini. Padahal menurut sepengetahuannya, cukup banyak cewek-cewek yang menyukai Ivan. “Jangan dibahas laah.” Jawab Ivan, mengelak. “Eh, seriusan. Kenapa?” Tanya Alya lagi. Ivan tak meresponnya. Sesungguhnya, standar cewek buat Ivan sudah terlanjur tinggi dipatok oleh kakaknya sendiri. Punya kakak yang cantik, fashionable, dan rajin merawat diri membuatnya susah mencari cewek yang mendekati itu di sekolahnya. Beberapa kali Ivan pernah mendekati cewek tapi tak satu pun yang sesuai dengan harapannya. “Ganteng sih cukup, rapi iya, bersih iya. Apa lu kurang nyekil, ya?” Alya mencoba menganalisa problem adiknya. Menurutnya, adiknya itu memang tak cuma santai seperti dia tapi juga terlalu pasif terhadap cewek. Ivan enggan merespon pertanyaan kakaknya itu. Jelas saja, melihat kendaraan macet yang sangat panjang, bisa dipastikan sebuah pembicaraan akan sangat panjang juga. Ivan tak mau jika tentang dirinyalah yang dibahas sepanjang sisa perjalanan. “Yah, dianya cuek.” Kata Alya. “Ya udah, gue tidur aja. Bosen.” Katanya lagi, menyimpan iPad-nya. Alya menarik tuas seatback dan mendorong sandaran joknya itu ke belakang. Ivan tak mempedulikan ocehan kakaknya itu dan membiarkan dirinya ditinggal tidur sendirian. Ivan menengok jam tangan yang dipakainya, sudah lebih dari empat jam kendaraan mereka tersangkut kemacetan arus balik. Tidak nyaman dengan posisi tidurnya, Alya menaikkan kaki kirinya ke dashboard. Mata Ivan terlihat menyudut, mengintip sepasang kaki mulus yang membentang di sampingnya. Ivan memang sudah sangat terbiasa melihat kakaknya memakai shortpants atau miniskirts, atau pakaian mini lainnya tapi sepertinya darah kelelakian remaja puber itu membuat dia tak pernah bosan dengan pemandangan yang mengundang’ itu. Usia mereka memang tak begitu jauh tapi tentu saja soal fisik Alya sudah jauh lebih dulu matang dari Ivan -dan itulah yang sering menjadi masalah buat Ivan. Apa yang Ivan lihat kali ini adalah kaki dengan jari-jari kaki yang terawat, betis yang kencang, dan paha ramping yang bersela, semuanya dia lihat di sepasang kaki jenjang yang kulitnya halus mulus dan putih bersinar bak mutiara. Sering kali Ivan hanya bisa menelan air liurnya jika mendapati keindahan seperti itu, terlebih jika dia mendapatkan bonus, seperti yang sedang diintipnya kali ini. Alya mengenakan jorts, celana jeans yang super pendek dengan jumbai-jumbai denim tak berkelim. Celana yang terlalu pendek yang hanya sekedar menutupi 5-7 sentimeter bagian paha Alya. Kaki kanannya yang terlipat dengan lutut keluar itu membuat selangkangannya membuka, menyisakan celah pada lubang kaki celana yang mendekati bagian selangkangannya. Melihat kakaknya sedang memejamkan matanya, Ivan menjulurkan pandangannya, mengintip permukaan terbuka yang memperlihatkan sebagian lapisan celana dalam dan permukaan selangkangan Alya. Sekali pun Alya memakai celana dalam putih mint tapi permukaan kulit selangkangan Alya yang putih seputih susu masih terlihat kontras dengan warna celana dalamnya itu. Bonus-bonus seperti ini yang selalu membuat Ivan kecil terbangun. Walau pun Alya adalah kakaknya sendiri, Ivan sudah lupa kapan terakhir kali melihat kakaknya bugil, membuatnya justru selalu tertarik dengan bagian-bagian tubuh yang selalu disembunyikan Alya. “Van.” Kata Alya. “Y-ya?” Tanya Ivan terkejut. “Turunin AC-nya dong, gue takut beser.” Jawab Alya. “Oh. Iya.” Jawab Ivan sambil memutar cakram temperatur AC-nya. — “So am I wrong? For thinking that we could be something for real? Now am I wrong? For trying to reach the things that I can’t see? But that’s just how I feel, That’s just how I feel That’s just how I feel..” Lagu Nico & Vinz terdengar menggetar dari speaker satelit dan subwoofer di dalam kabin kendaraan itu, seirama dengan ketukan telunjuk Ivan pada permukaan setir yang dipegangnya. Sudah dua jam berlalu sejak Alya tertidur tapi angka odometer di panel instrumen masih belum banyak bertambah, atau dengan kata lain jalanan amat sangat macet. “Van.” Alya terbangun dari tidurnya. “Gue pengen pipis.” Katanya, setengah bergumam. “Euh. Bentar.” Jawab Ivan sambil celingukan, melihat celah buat menepi di tengah-tengah kemacetan itu. “Ngga bisa, kak Al.” Kata Ivan, melihat mobil yang disetirnya persis berada di tengah-tengah. “Aduuuh, gue gak tahan.” Kata Alya sambil meringis menahan perutnya. “Van??” Desak Alya, kebingungan tak punya solusi. “Emm, emm.” Ivan terlihat ikut bingung. “Gimana dong? Mau pake botol?” Ivan juga tampaknya tidak tahu harus berbuat apa. “Aduuuh. Lu pikir gue cowok.” Protes Alya. “Aaaaaaah! Aduh, aduh!” Teriak Alya sambil berdiri, kemudian loncat ke jok belakang. Alya terlihat terdiam untuk beberapa saat setelah duduk di belakang. “Van. Koper gue di mobil Papah, ya?” Tanya Alya kemudian sambil nungging ke belakang, mengecek bagasi. “Lah situ naronya di mana?” Ivan balik bertanya sambil mengintip kakaknya dari cermin dalam. “Hah? Kak Alya ngompol??” Teriak Ivan, melihat jeans pendek kakaknya itu berbayang basah pada bagian bawahnya. “Hahaha!” Lanjutnya sambil mentertawakan kakaknya. “Ih sialan malah ngetawain.” Balas Alya kesal. “Nih, makan!” Katanya dari belakang sambil mengelapkan tangannya yang basah oleh air kencingnya ke wajah Ivan. “Aaaah, bau memeeeeeek!!!” Teriak Ivan sambil segera mengambil tisu dan mengelap mukanya, kemudian melempar tisunya ke belakang ke arah Alya. “Enak aja dibilang bau memek! Memek gue kagak bau!” Alya kembali mengusapkan tangannya ke wajah Ivan. “Mmh! Bauuu!” Ivan kembali menyeka wajahnya dengan tisu. “Bau apa sih lu!?” Tanya Alya kesal, merasa difitnah dibilang bau seperti itu. “Van.” Kata Alya kemudian. “Koper gue di mobil Papah, gue gak ada celana cadangan.” Rengek Alya. “Aku juga gak bawa apa-apa.” Jawab Ivan. “Lagian pantat kak Al kan gede, celanaku gak bakalan ada yang muat.” Ivan kebingungan. “Ada supermarket gak?” Tanya Alya sambil melihat-lihat ke samping jalan. “Nggak lah, ini masih hutan rimba.” Jawab Ivan, menunjuk rumah-rumah yang sepi dari pertokoan. “Lebay lu, ah.” Kata Alya. “Emang di mana kita?” “Cijapati.” Jawab Ivan. “Mau dikeringin pake AC gak celananya?” Tanya Ivan menawarkan solusi. Kepala Ivan mendadak penuh warna, membayangkan kakaknya melepas celananya di mobil. — “Nih.” Kata Alya sambil mengambil Minute Maid Pulpy Orange dari kantong plastik yang dibawanya dari Indomaret. “Thanks.” Ujar Ivan yang mendadak terlihat hanya mengenakan singlet putih. “Dapet celananya?” Tanyanya kemudian. “Enggak, cuma ada cangcut doang.” Jawab Alya sambil menunjukkan bungkusan celana dalam yang baru dibelinya. “Nih.” Alya melempar kaos Ivan yang tadi dipakai untuk menutupi celananya yang basah. “Jangan coba-coba bilang bau memek!” Teriak Alya, melihat Ivan yang akan membuka mulutnya setelah mencium-ciumi kaosnya. “Kayak lu tau aja bau memek kayak gimana.” Protes Alya sambil melangkah ke belakang. Ivan melirik Alya yang melangkah di sampingnya, menatap tak berkedip paha yang putih dan mulus itu. “Tau lah, kayak bau pesing gitu, kan.” Jawab Ivan membela diri. “Gue buka celana, awas lu kalo nengok.” Ujar Alya sambil menjulurkan tangannya ke spion dalam dan memutarnya ke arah samping, khawatir Ivan mengintipnya. “Bau pesing? Kata siapa? Sok tau.” Protesnya. “Memek bocah kali, Van, bau pesing.” Pungkas Alya sambil beranjak persis ke belakang jok Ivan. Jantung Ivan mendadak berdegup kencang mengetahui kakaknya itu akan mengganti celana dalam. Sepertinya Ivan tak ingin kehilangan momen itu tapi dia tak memiliki cara untuk memanfaatkannya. Dia berpikir keras untuk bisa mengintipnya tanpa sepengetahuan Alya. Tapi sia-sia, tak satu pun keluar ide dari kepalanya. “Nih, jemurin.” Kata Alya sambil menjulurkan hotpants-nya itu ke depan. Ivan mengambilnya dan bermaksud meletakkannya di dashboard. Pikirannya semakin kacau, terbayang kakaknya itu hanya menggunakan celana dalam di belakang sana. Karena dashboard cukup jauh, akhirnya langkah ini akan dia coba gunakan sebagai modus untuk memalingkan wajahnya ke belakang. Tapi belum sempat Ivan bergerak, “Nih, ini wangi memek beneran.” Kata Alya tiba-tiba sambil menyentuhkan telunjuknya ke hidung Ivan, setelah sebelumnya Alya menyelipkan telunjuknya ke dalam celana dalam yang baru saja dipakainya. “Mana bau pesing? Itu namanya wangi.” Ujarnya. Seolah terhipnotis, Ivan terpaku dengan aroma yang keluar dari telunjuk Alya. Aroma wangi segar yang bercampur sedikit wangi lembab yang khas. Wangi yang sangat familiar buat Ivan. Sudah sejak masuk SMP Ivan menjadi perompak celana dalam. Celana dalam siapa lagi kalau bukan punya kakaknya? Sejak kakaknya berubah menjadi seorang remaja putri yang menarik, hal-hal pribadi milik Alya selalu menjadi magnet perhatiannya. Awalnya hanya sekedar ingin tahu, lama-lama menjadi candu dan inspirasi pelampiasan hasrat pubertasnya. Bra, miniset, kaos dalam, celana dalam, celana pendek spandex, dan segala pakaian yang meninggalkan aroma khusus dari tubuh kakaknya. Nyaris semua aroma bebauan, dari wangi artifisial; parfum, cologne, lotion, sampai wangi alami pengaruh hormon estrogen dalam tubuh kakaknya; keringat, ketiak, apalagi bau dari celana dalamnya. Wangi lembab yang barusan tercium itu mengingatkan Ivan pada celana dalam Alya yang biasa dicurinya. Wangi yang biasanya cukup kuat pada bagian tengah celana dalam yang biasanya disertai noda, atau yang masih disertai cairan lengket jika Ivan mengambilnya tidak lama setelah dipakai Alya. Tapi ada hal yang Ivan sadari berbeda dengan apa yang selama ini dia cium, kali ini bukan hanya lembab tapi juga wangi fresh yang menyegarkan. Wangi yang tak pernah dia temui sebelumnya. “Heh!!! Kenapa jadi ngelamun!!” Teriak Alya. Alya yang bawahannya hanya mengenakan celana dalam yang baru dibelinya itu loncat kembali ke jok di samping Ivan. Tapi sial buat Ivan, sebelum dia sempat melihat bagian terbuka milik kakaknya, Alya lebih dulu mengambil kaos Ivan yang belum sempat kembali dia kenakan, dan secepat kilat menutupkannya pada pahanya. Alya melihat ke sekelilingnya, memastikan tak ada orang dari kendaraan lain yang melihatnya tadi. “Kita sambil melipir aja, Van, cari toko baju. Kalo macet terus, gue pasti perlu celana. Tapi kalo lancar sih gak apa-apa.” Pesan Alya. Ivan masih terlihat bengong, tak merespon omongan Alya. “Eh, kok lu kayak yang horny, Van?” Tanya Alya keheranan setelah melihat wajah Ivan yang mendadak cerah. Pupil mata Ivan terlihat melebar namun kelopak matanya menyempit sayu, alis matanya turun, Ivan seperti sedang di bawah pengaruh obat penenang. Ivan yang masih tak menjawab terkejut ketika tiba-tiba saja Alya mengulurkan tangannya memegang bagian selangkangannya. “Iiiih, lu horny sama gueeeeee???” Teriak Alya histeris menemukan batang kelamin Ivan tegak mengeras. “Kak Alya!!” Teriak Ivan, melotot ke arah tangan Alya yang persis menekan kemaluannya. Kendati protes, Ivan tetap membiarkan tangan Alya menyentuh kemaluannya, tak bisa berbohong dengan kebutuhan biologis tubuhnya. “Kok bisa, Van?” Tanya Alya. Alya sendiri tidak menarik kembali tangannya. Diam-diam dia terkejut mendapati batang kejantanan adiknya itu terasa besar dan tebal. Alya sendiri tak ingat kapan terakhir kali dia melihat kemaluan Ivan. Namun yang pasti, ukurannya sekarang jauh lebih besar dari yang dia kira. Awalnya Alya tidak membuat gerakan apa-apa tapi karena kepenasarannya, Alya refleks menggerakan tangannya maju hingga ke ujung akhir kepala penis Ivan dan kemudian mundur hingga pangkal batangnya. Alam bawah sadar Alya cukup penasaran dengan ukuran penis Ivan yang sesungguhnya. Tapi hal itu diterjemahkan lain oleh Ivan. Ivan yang kemaluannya sudah ready’ itu menggelinjang sedikit, mendapatkan rasa nikmat dari pergeseran tangan Alya. “Eh sori, gue gak maksud.” Ucap Alya, melihat adiknya terlihat keenakan dengan gerakan tangannya. Alya tak ingin hal itu disalah-artikan, dia pun menarik kembali tangannya. Tak pernah terpikirkan dalam benak Alya jika adiknya bisa terangsang olehnya, bahkan bisa menerima sentuhan darinya. Alya sendiri sudah membuang jauh ketertarikan fisik dengan adiknya, sekali pun tak bisa disangkal oleh tubuhnya jika dirinya juga sedikitnya menikmati hal-hal seperti itu. Walau pun Alya lebih dewasa dan lebih memahami arti dari hubungan adik-kakak tapi terkadang refleks dari tubuhnya yang penasaran membuatnya tak sadar. Tak jarang Alya mendapati dirinya ngobrol dengan Ivan tanpa alasan yang jelas ketika Ivan pulang bermain futsal padahal hanya untuk sekedar menghirup wangi keringat maskulin Ivan atau ketika Ivan selesai mandi, Alya tak sadar jika dia sering sekali mengajak Ivan bercanda hanya untuk melihat dada Ivan yang bidang atau melirik pantat Ivan yang hanya berbalut handuk. Tapi semua hanya sejauh itu, Alya masih cukup sadar untuk tidak terjebak lebih dalam. Terkecuali hari ini, Alya cukup terpesona dengan batang kemaluan Ivan yang sejak sekian tahun baru disadarinya kembali. “Lu kok kayak yang keenakan.” Ujar Alya. Lagi-lagi Alya tak sadar tangannya telah kembali memegang kemaluan Ivan. Bukan hal yang diinginkan Alya sama sekali tapi itu tetap terjadi di luar kendali akal sehatnya. Ivan masih tetap terdiam mendapati tangan Alya kembali menyentuhnya. Bukan pengalaman pertamanya memang, penisnya disentuh cewek bukanlah hal yang aneh karena Ivan juga tak jarang digoda atau menggoda cewek-cewek. Namun usapan tangan Alya diluar dugaannya, jiwa kelelakiannya bergejolak, bukan saja karena Alya adalah kakak kandungnya sendiri tapi juga karena selama ini Alya adalah sosok cewek yang selalu menjadi favoritnya. Sosok mustahil yang hanya bisa Ivan bayangkan dalam khayalannya, bukan dalam dunia nyata. “Ini enak?” Tanya Alya sambil menatap mata Ivan yang terlanjur terbuai gairah, jempol tangannya mengusap-usap bagian leher kemaluan Ivan yang masih terlapisi jeansnya. Ivan mengangguk, tubuhnya yang haus akan pelampiasan itu tak bisa berbohong. Alya melihat ke luar, mengecek jika orang dari kendaraan lain bisa melihatnya. “Sejak kapan punya lu jadi gede gini, Van?” Tanya Alya. “Sejak teteh susunya gede. Haha.” Jawab Ivan sambil bercanda. “Haha!” Alya tertawa cukup keras, mengingat hal itu sangat logis. “Jangan-jangan lu suka sama tetek gue ya?” Tanya Alya memancing. “Iya lah. Punya kak Alya gede.” Jawab Ivan jujur. Alya tersenyum merasa tersanjung. “Van.” Kata Alya kemudian. “Jangan mikir yang aneh-aneh dulu, ya.” Ujar Alya mengantisipasi sesuatu. “Liat, ya? Penasaran.” Pinta Alya sembari menunjuk kemaluan Ivan. Ivan tentu saja mengangguk setuju, cowok mana yang mau menolak cewek minta izin melihat anunya? Ivan melihat sekelilingnya, memastikan mereka berada di situasi yang aman. Reflektor film di jendela kendaraannya sudah dia ketahui membuatnya aman dari intipan orang di luar, terkecuali dari jendela bagian depan. Namun tak ada kendaraan yang memiliki tinggi signifikan untuk mengintip mereka dari depan. Alya pun membuka kancing dan menurunkan ritsleting celana Ivan. Kemudian dia menarik celana dalam yang menghalangi kemaluan Ivan. Alya tampak takjub melihat benda tegang berurat yang ternyata cukup besar, lebih besar dari yang Alya pikirkan dan yang pernah dia lihat di jaman dahulu kala. Bukannya puas setelah melihat itu, Alya justru merasa horny karenanya. Dua adik-kakak ini nampaknya masing-masing sudah cukup tergugah secara seksual tapi tak satu pun yang menunjukkan sinyalnya terang-terangan. Alya sendiri bisa berbuat sekehendaknya karena merasa dia yang paling tua tapi tetap saja dia terlalu gengsi untuk memperlihatkan itu secara terbuka. Sementara Ivan bersikap sebagaimana seorang adik seharusnya, dia tak berani berinisiatif apa pun, khawatir menjadi salah di mata kakaknya. Keduanya merasakan dorongan birahi yang sama namun keduanya juga sama-sama tak ingin hal ini menjadi sumber bencana. Ivan diam saja ketika Alya meraba-raba urat-urat dan renjulan-renjulan samar di penisnya. Sentuhan jemari lembut kakaknya dirasanya bak belaian bidadari yang membuai hasratnya. Alya sendiri rupanya sudah terlalu terangsang. “Lu beneran belum punya pacar? Belum pernah begini-beginian sama cewek?” Tanya Alya bermodus. Ivan menggeleng, berbohong. Berharap besar yang dilakukan kakaknya itu tak berhenti sampai di situ. “Kalo ini?” Tanya Alya sambil kemudian menjulurkan lidahnya dan menjilati leher kemaluan Ivan. Alya menengok Ivan kembali, menanti dengan cemas reaksi Ivan. Ivan masih menggeleng dengan tenang padahal dalam hatinya Ivan begitu terkejut kakaknya sendiri ternyata cukup berani melakukan itu. Sadar jika sekenarionya sukses, dalam hal ini apa yang dilakukannya bisa diterima dengan positif oleh Ivan, Alya membuka mulutnya dan memasukkan kepala penis Ivan ke dalamnya. Ivan yang masih terkejut tapi senang terlihat terpejam, menikmati hangat mulut kakaknya itu. Sentuhan lidah yang basah di dalam mulut Alya membuatnya terdiam nikmat, terlebih ketika mulut kakaknya itu menghisap-hisap dan menyedot-nyedot kemaluannya. Ivan pun refleks menarik tuas pengatur jarak duduk hingga joknya lebih mundur, menyisakan ruang yang cukup banyak untuk kakaknya. Alya menggerak-gerakkan mulutnya, menarik-narik kemaluan Ivan keluar-masuk mulutnya. Terlanjur terangsang, Alya meraih tangan Ivan dan menyelipkannya pada baju Ivan yang menutupi pahanya. Ivan merasakan tangannya menghampiri permukaan yang hangat, bagian selangkangan Alya yang hanya berlapis celana dalam. Melihat adiknya tidak cukup ahli beraksi di sana, Alya mencoba membantu tangan Ivan tiba di lokasi yang sangat dia inginkan. “Mhh..” Alya terdengar melenguh, mengarahkan jemari Ivan pada klitorisnya tapi mulutnya pun tak berhenti menghisap kemaluan Ivan. “Van.” Ujar Alya, berhenti melakukan aktivitasnya. “Kamu ngerasa enak, gak?” Tanya Alya. Ivan terkejut mendengar kakaknya menggunakan panggilan Kamu’, membuat dirinya serasa lebih dekat dengan Alya. Ivan berpikir, mungkin karena kakaknya ini sudah cukup terangsang. Tanpa ragu-ragu Ivan mengangguk. “Kayaknya kita harus parkir.” Kata Alya. — “Van.” Ucap Alya yang sudah duduk di belakang dengan wajahnya yang sudah sayu, merentangkan tangan menyambut Ivan yang beranjak menuju ke arahnya. Ivan melangkahkan kaki ke belakang tanpa bisa bersabar lagi, kakaknya yang cantik itu sudah duduk dengan bawahan celana dalam yang sudah tak terhalangi apa pun lagi. Siang hari yang terik tampaknya tak begitu terasa oleh kedua insan di dalam mobil yang ber-AC itu. Kendaraan mereka terparkir di depan sebuah pabrik garmen yang terlihat sepi. Kendaraan-kendaraan lain tampak masih berbaris di sepanjang jalan itu. Sepasang adik-kakak yang sedang dibakar gelora itu tampaknya sudah terlanjur bernafsu. Tak peduli lagi dengan sekelilingnya, Alya sudah tak bisa lagi menahan-nahan hasratnya, sementara Ivan tentu tak ingin menyia-nyiakan kesempatan di pelupuk mata. “Yakin kak Al kita ga bakalan apa-apa?” Tanya Ivan yang sudah duduk itu celingukan melihat ke luar. Jendela-jendela belakang kendaraan mereka memang cukup gelap, tak mungkin terlihat jika selintas lalu tapi tetap saja Ivan khawatir jika ada orang yang betul-betul mencurigai mereka dan mengintipnya ke jendela. “Tenang, Van. Mau telanjang pun gak bakalan ada orang yang percaya kita berbuat aneh. Lagi pula siapa yang berani marahin adik-kakak cuma gara-gara gak pake baju, palingan mereka yang malu duluan.” Jawab Alya menenangkan. Alya menarik celana Ivan turun hingga lutut Ivan, lalu kembali menghisap batang kejantanan Ivan yang sudah menjulang. Tak tahan dengan penis yang tegap berurat itu, Alya melepas celana dalamnya. Ivan mencoba bersikap tenang sekali pun untuk kali pertamanya dia melihat selangkangan Alya yang putih tak berpenghalang. Rambut kemaluan kakaknya itu terlihat rapi dan enak dipandang. Jantung Ivan berdegup kencang ketika paha yang jenjang itu melangkahi dirinya. Sejujurnya, ini adalah pengalaman berhubungan intimnya yang pertama kali. Tapi gugupnya itu sirna ketika Alya membuka pakaian luar dan branya. Kegugupan Ivan terbius oleh dua benda indah yang menggunung di hadapannya. Dua payudara yang kencang itu bak dua lemon besar yang kenyal dan berisi. Putingnya menguncup dan tegang, membuat gila siapa pun yang melihatnya. Alya bertumpu pada kedua lututnya di jok, mengangkangi Ivan yang duduk. Dia meraih benda tegak milik Ivan dan mengeluskannya pada permukaan bibir kemaluannya. Ditempatkannya batang ber-helm itu pada sela bibir kemaluan Alya yang sudah merekah itu. Alya mencoba menggoyangkannya, memutar-mutarnya, liang senggamanya yang belum cukup basah itu membuat kemaluan Ivan terasa seret. “Aaah.” Desah Alya ketika kepala dan batang penis Ivan melesak, menyelinap masuk mengganjal liang vaginanya. Ivan terpejam, keperjakaannya telah hilang dengan cara yang sangat menyenangkan. Ivan begitu menikmati denyut-denyut kenikmatan yang terhantar dari batang kemaluannya. Dia merasakan batang kemaluannya terhisap oleh rongga panas yang sempit yang dipenuhi oleh dinding-dinding yang empuk dan lembut. Baru disadari olehnya jika berhubungan intim itu tak ada bandingannya dengan onani. “Pelan aja ya? Biar mobilnya gak goyang.” Ujar Alya sambil mencoba menggerakan pantatnya turun-naik. “Enak gak, Van?” Tanya Alya. Ivan hanya mengguk. “Kak Al?” Ivan bertanya balik. “Banget. Emmh.” Jawab Alya sambil mendesah. “Tau gini dari dulu, Van. Ahh.” Desahnya kemudian. Alya memang tak mengira jika batang kemaluan yang selama ini selalu ada di rumahnya itu sangatlah nikmat. Batang kemaluan Ivan yang menyeret-nyeret dinding vaginanya dirasakannya seolah belaian angin musim semi, mengelus dan memijatnya dengan penuh kenikmatan. Alya mengambil tangan Ivan yang masih malu-malu, kemudian menyentuhkannya pada dua payudara yang kedua ujungnya sudah tegang itu. Ivan yang memang terlalu takut merusak suasana untuk melakukan sesuatu itu begitu kegirangan mendapat izin untuk memegangi buah dada kakaknya yang indah itu. Ivan menggenggamnya, mengusapnya, mengelusnya, dan meremasnya. Alya hanya terpejam menikmati dua stimulasi yang nikmatnya minta ampun itu. “Van.” Ujar Alya berbisik sambil menggerakkan pantatnya penuh dengan perasaan. Alya menegakkan badannya, mengarahkan kedua payudaranya persis di wajah Ivan. Lalu dia mengusap lembut rahang Ivan dan menarik leher Ivan maju. Ivan tahu apa yang diingikan kakaknya. Tanpa basa-basi, Ivan menghisap puting payudara Alya. Cukup lama keduanya saling berpacu kenikmatan, sekali pun samar kendaraan yang mereka naiki itu sedikit bergoyang tapi tak begitu terlihat untuk orang lain. “Ahhh.” Alya kembali mendesah, merangkul Ivan dengan cukup kencang dan menekan payudaranya ke wajah Ivan. “Aku, emhhh.” Desah Alya sambil menikmati gesekan di bawah sana. Beberapa saat kemudian, Alya terlihat memperdalam dan memperlama gerakannya. “Ahhh. Ahhh.” Desah Alya dengan rangkulan yang kian kencang melilit tubuh Ivan. Jemari Alya kemudian terlihat meremas-remas apa pun yang ada di sekitarnya. Alya tak bisa berpikir banyak, kecuali menikmati pohon kenikmatan yang tumbuh kian tinggi, kian tinggi, dan semakin tinggi. Rasa nikmat bermunculan bak kuncup bunga yang menanti untuk mekar. “Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaahh!” Alya menegakkan kepalanya, lehernya terlihat berurat, pantatnya menancap dalam-dalam menghisap batang kemaluan Ivan. Alya terpejam, bunga-bunga orgasme yang akhirnya mekar itu seolah beterbangan tertiup angin musim semi yang menerbangkan jiwanya. Bunga-bunga nikmat itu terbang berhamburan dari ujung-ujung syaraf yang tertanam pada organ-organ di sekitar selangkangannya. “Hahhhh. Hahh.” Alya berdiam sejenak, badannya melunglai, pelukannya mengendur. Ivan masih saja terdiam menikmati hisapan dan gesekan dinding kemaluan Alya. Pengalaman pertamanya ini membuatnya tidak cukup awas dengan bahasa intim tubuh kakaknya, Ivan bahkan tak menyadari jika Alya baru saja orgasme. Namun Alya sepertinya memahami ini. Ingin membalas kenikmatan yang tadi diperolehnya, Alya dengan hati-hati mempercepat gerakannya. Ivan yang masih memegangi dan meraba-raba buah dada kakaknya itu terkejut merasakan kenikmatan dari goyangan pantat Alya yang bertambah. Kemaluannya terasa menebal, denyut-denyut kenikmatan mulai terasa kian memuncak. Seperti roket yang sedang membawanya terbang ke angkasa, kian lama kenikmatan itu kian bertambah tinggi, kian rapat gesekan dari Alya kian bertambah tinggi kenikmatan yang dihampirinya. Alya tahu bahasa tubuh adiknya mengindikasikan roket yang akan segera meledak. “Jangan dikeluarin di dalem, ya.” Pinta Alya berbisik. Ivan mendengarkannya dan kembali fokus pada kenikmatan yang kian memuncak itu, dan bum! “Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaahh!” Ivan serta-merta mendorong Alya, melepaskan diri dari hisapan liang senggama Alya. Dia melenguh dan mengejang, membiarkan roketnya itu meledak-ledak, menyemburkan cairannya dengan penuh kenikmatan. Alya beralih ke samping Ivan dan membantunya dengan memijat-mijat penis Ivan. “Enak gak, Van?” Tanya Alya, melihat cairan yang meleleh dari batang kemaluan adiknya. “Baru kali ini ngerasain ML, enak banget ternyata.” Jawab Ivan sambil tersenyum lebar, memperlihatkan giginya, ekspresi wajah yang sangat senang. “Hahh.” Desahnya, menghela nafas penuh kelegaan. “Hah?” Alya sepertinya terkejut. “Jangan-jangan tadi sebelumnya kamu masih perjaka?” Tanya Alya. Ivan mengangguk, lagi-lagi terlihat senang. “Iiih kamuuuuuuu, kenapa gak bilang-bilaaaaang!!” Jerit Alya tersenym sambil mencubit pipi Ivan. “Tau gitu kita pergi aja ke hotel, biar lebih spesial.” Ucapnya kemudian. “Makasih, ya. Kamu juga cowok pertama yang aku perawanin.” Tutur Alya tersenyum sambil mencium kening adiknya. “Hehe, iya. Gak apa-apa kok ke hotelnya lain kali.” Jawab Ivan sambil melirik kakaknya dengan genit. Ivan terlihat bahagia dengan sikap kakaknya yang jauh lebih baik dari biasanya yang kasar dan cuek. “Iiih kamuuuuuu!” Alya kembali mencubit pipi Ivan. “Udah, nyetir sono! Biar cepet nyampe.” Teriak Alya. “Di Bogor juga hotel banyak loh.” Bisik Alya ke telinga Ivan. T A M A T Baca Pernikahan Putriku
Nama saya Citra samaran , dan saya adalah mahasiswa semester 5 di salah satu universitas swasta ternama di bilangan Jakarta Pusat , dan apa yang akan saya ceritakan disini adalah kisah yang terjadi sekitar beberapa tahun yang lalu. Hari Rabu adalah hari yang paling melelahkan bagiku ketika semester lima, bagaimana tidak, hari itu aku ada tiga mata kuliah, dua yang pertama mulai jam 9 sampai jam tiga dan yang terakhir mulai jam lima sampai jam 7 malam, belum lagi kalau ada tugas bisa lebih lama deh. Ketika itu aku baru menyerahkan tugas diskusi kelompok sekitar jam 7 lebih. Waktu aku dan teman sekelompokku, si Dimas selesai, di kelas masih tersisa enam orang dan Pak Didi , sang dosen. “Bareng yuk jalannya, parkir dimana Citra ?” ajak Dimas “Jauh nih, di deket psikologi, rada telat sih tadi” Dimas pulang berjalan kaki karena kostnya sangat dekat dengan kampus. Sebenarnya kalau menemaniku dia harus memutar agak jauh dari jalan keluar yang menuju ke kostnya, mungkin dia ingin memperlihatkan naluri prianya dengan menemaniku ke tempat parkir yang kurang penerangan itu. Dia adalah teman seangkatanku dan pernah terlibat one night stand denganku. Orangnya sih lumayan cakep dengan rambut agak gondrong dan selalu memakai pakaian bermerek ke kampus, juga terkenal sebagai buaya kampus. Malam itu hanya tinggal beberapa kendaraan saja di tempat parkir itu. Terdengar bunyi sirine pendek saat kutekan remote mobilku. Akupun membuka pintu mobil dan berpamitan padanya. Ketika aku menutup pintu, tiba-tiba aku dikejutkan oleh Dimas yang membuka pintu sebelah dan ikut masuk ke mobilku. “Eeii… mau ngapain kamu ?” tanyaku sambil meronta karena Dimas mencoba mendekapku. “Ayo dong Citra, kita kan sudah lama nggak melakukan hubungan badan nih, saya kangen sama vagina kamu nih” katanya sambil menangkap tanganku. “Ihh… nggak mau ah, saya capek nih, lagian kita masih di tempat parkir gila !” tolakku sambil berusaha lepas. Karena kalah tenaga dia makin mendesakku hingga mepet ke pintu mobil dan tangan satunya berhasil meraih payudaraku lalu meremasnya. “Dimas… jangan… nggak mmhhh!” dipotongnya kata-kataku dengan melumat bibirku. Jantungku berdetak makin kencang, apalagi Dimas menyingkap kaos hitam ketatku yang tak berlengan dan tangannya mulai menelusup ke balik BH- ku. Nafsuku terpancing, berangsur-angsur rontaanku pun melemah. Rangsangannya dengan menjilat dan menggigit pelan bibir bawahku memaksaku membuka mulut sehingga lidahnya langsung menerobos masuk dan menyapu telak rongga mulutku, mau tidak mau lidahku juga ikut bermain dengan lidahnya. Nafasku makin memburu ketika dia menurunkan cup BH ku dan mulai memilin-milin putingku yang kemerahan. Teringat kembali ketika aku ML dengannya di kostnya dulu. Kini aku mulai menerima perlakuannya, tanganku kulingkarkan pada lehernya dan membalas ciumannya dengan penuh gairah. Kira-kira setelah lima menitan kami ber-French kiss, dia melepaskan mulutnya dan mengangkat kakiku dari jok kemudi membuat posisi tubuhku memanjang ke jok sebelah. Hari itu aku memakai bawahan berupa rok dari bahan jeans 5 cm diatas lutut, jadi begitu dia membuka kakiku, langsung terlihat olehnya pahaku yang putih mulus dan celana dalam pink-ku. “Kamu tambah nafsuin aja Citra, saya sudah tegangan tinggi nih” katanya sambil menaruh tangannya dipahaku dan mulai mengelusnya. Ketika elusannya sampai di pangkal paha, diremasnya daerah itu dari luar celana dalamku sehingga aku merintih dan menggeliat. Reaksiku membuat Dimas makin bernafsu, jari-jarinya mulai menyusup ke pinggiran celana dalamku dan bergerak seperti ular di permukaannya yang berbulu. Mataku terpedam sambil mendesah nikmat saat jarinya menyentuh klistorisku. Kemudian gigitan pelan pada pahaku, aku membuka mata dan melihatnya menundukkan badan menciumi pahaku. Jilatan itu terus merambat dan semakin jelas tujuannya, pangkal pahaku. Dia makin mendekatkan wajahnya ke sana sambil menaikkan sedikit demi sedikit rokku. Dan… oohh… rasanya seperti tersengat waktu lidahnya menyentuh bibir vaginaku, tangan kanannya menahan celana dalamku yang disibakkan ke samping sementara tangan kirinya menjelajahi payudaraku yang telah terbuka. Aku telah lepas kontrol, yang bisa kulakukan hanya mendesah dan menggeliat, lupa bahwa ini tempat yang kurang tepat, goyangan mobil ini pasti terlihat oleh orang di luar sana. Namun nafsu membuat kami terlambat menyadari semuanya. Di tengah gelombang birahi ini, tiba- tiba kami dikejutkan oleh sorotan senter beserta gedoran pada jendela di belakangku. Bukan main terkejutnya aku ketika menengok ke belakang dan melihat dua orang satpam sampai kepalaku kejeduk jendela, begitu juga Dimas, dia langsung tersentak bangun dari selangkanganku. Satu dari mereka menggedor lagi dan menyuruh kami turun dari mobil. Tadinya aku mau kabur, tapi sepertinya sudah tidak keburu, lagian takutnya kalau mereka mengejar dan memanggil yang lain akan semakin terbongkar skandal ini, maka kamipun memilih turun membicarakan masalah ini baik-baik dengan mereka setelah buru-buru kurapikan kembali pakaianku. Mereka menuduh kami melakukan perbuatan mesum di areal kampus dan harus dilaporkan. Tentu saja kami tidak menginginkan hal itu terjadi sehingga terjadi perdebatan dan tawar-menawar di antara kami. Kemudian yang agak gemuk dan berkumis membisikkan sesuatu pada temannya, entah apa yang dibisikkan lalu keduanya mulai cengengesan melihat ke arahku. Temannya yang tinggi dan berumur 40-an itu lalu berkata, “Gini saja, bagaimana kalau kita pinjam sebentar cewek kamu buat biaya tutup mulut ?” Huh, dasar pikirku semua laki-laki sama saja pikirannya tak jauh dari selangkangan. Rupanya dalam hal ini Dimas cukup gentleman juga, walaupun dia bukan pacarku, tapi dia tetap membelaku dengan menawarkan sejumlah uang dan berbicara agak keras pada mereka. Di tengah situasi yang mulai memanas itu akupun maju memegangi tangan Dimas yang sudah terkepal kencang. “Sudahlah Mas, nggak usah buang-buang duit sama tenaga, biar saya saja yang beresin” kataku “Ok, bapak-bapak saya turuti kemauan kalian tapi sesudahnya jangan coba ungkit-ungkit lagi masalah ini !” Walaupun Dimas keberatan dengan keputusanku, namun dia mau tidak mau menyerah juga. Aku sendiri meskipun kesal tapi juga menginginkannya untuk menuntaskan libidoku yang tanggung tadi, lagipula bermain dengan orang-orang seperti mereka bukan pertama kalinya bagiku. Singkat cerita kamipun digiring mereka ke gedung psikologi yang sudah sepi dan gelap, di ujung koridor kami disuruh masuk ke suatu ruangan yang adalah toilet pria. Salah seorang menekan sakelar hingga lampu menyala, cukup bersih juga dibanding toilet pria di fakultas lainnya pikirku. “Nah, sekarang kamu berdiri di pojok sana, perhatiin baik-baik kita ngerjain cewek kamu !” perintah yang tinggi itu pada Dimas. Di sudut lain mereka berdiri di sebelah kanan dan kiriku menatapi tubuhku dalam pakaian ketat itu. Sorot mata mereka membuatku nervous dan jantungku berdetak lebih cepat, kakiku serasa lemas bak kehilangan pijakan sehingga aku menyandarkan punggungku ke tembok. Kini aku dapat melihat nama-nama mereka yang tertera di atas kantong dadanya. Yang tinggi dan berusia sekitar pertengahan 40 itu namanya Egy , dan temannya yang berkumis itu bernama Romli . Pak Egy mengelusi pipiku sambil menyeringai mesum. “Hehehe… cantik, mulus… wah beruntung banget kita malam ini !” katanya “Kenalan dulu dong non, namanya siapa sih ?” tanya Pak Romli sambil menyalami tanganku dan membelainya dari telapak hingga pangkalnya, otomatis bulu-buluku merinding dan darahku berdesir dielus seperti itu. “Citra” jawabku dengan agak bergetar. “Wah Citra yah, nama yang indah kaya orangnya, pasti dalemnya juga indah” Pak Egy menimpali dan disambut gelak tawa mereka. “Non Citra coba sun saya dong, boleh kan ?” pinta Pak Romli memajukan wajahnya Aku tahu itu bukan permintaan tapi keharusan, maka kuberikan satu kecupan pada wajahnya yang tidak tampan itu. “Ahh…non Citra ini di mobil lebih berani masak di sini cuma ngecup aja sih, gini dong harusnya” Kata Pak Egy seraya menarik wajahku dan melumat bibirku. Aku memejamkan mata mencoba meresapinya, dia makin ganas menciumiku ditambah lagi tangannya sudah mulai meremas-remas payudaraku dari luar. Lidahnya masuk bertemu lidahku, saling menjilat dan berpilin, bara birahi yang sempat padam kini mulai terbakar lagi, bahkan lebih dahsyat daripada sebelumnya. Aku makin berani dan memeluk Pak Egy, rambutnya kuremas sehingga topi satpamnya terjatuh. Sementara dibawah sana kurasakan sebuah tangan yang kasar meraba pahaku. Aku membuka mata dan melihatnya, disana Pak Romli mulai menyingkap rokku dan merabai pahaku. Pak Egy melepas ciumannya dan beralih ke sasaran berikutnya, dadaku. Kaos ketatku disingkapnya sehingga terlihatlah buah dadaku yang masih terbungkus BH pink, itupun juga langsung diturunkan. “Wow teteknya montok banget non, putih lagi” komentarnya sambil meremas payudara kananku yang pas di tangannya. Pak Romli juga langsung kesengsem dengan payudaraku, dengan gemas dia melumat yang kiri. Mereka kini semakin liar menggerayangiku. Putingku makin mengeras karena terus dipencet-pencet dan dipelintir Pak Egy sambil mencupangi leher jenjangku, dia melakukannya cukup lembut dibandingkan Pak Romli yang memperlakukan payudara kiriku dengan kasar, dia menyedot kuat-kuat dan kadang disertai gigitan sehingga aku sering merintih kalau gigitannya keras. Namun perpaduan antara kasar dan lembut ini justru menimbulkan sensasi yang khas. Tak kusadari rokku sudah terangkat sehingga angin malam menerpa kulit pahaku, celana dalamku pun tersingkap dengan jelas. Pak Romli menyelipkan tangannya ke balik celana dalamku sehingga celana dalamku kelihatan menggembung. Tangan Pak Egy yang lainnya mengelusi belakang pahaku hingga pantatku. Nafasku makin memburu, aku hanya memejamkan mata dan mengeluarkan desahan-desahan menggoda. Aku merasakan vaginaku semakin basah saja karena gesekan-gesekan dari jari Pak Romli, bahkan suatu ketika aku sempat tersentak pelan ketika dua jarinya menemukan lalu mencubit pelan biji klitorisku. Reaksiku ini membuat mereka semakin bergairah. Pak Romli meraih tangan kiriku dan menuntunnya ke penisnya yang entah kapan dia keluarkan. “Waw…keras banget, mana diamaternya lebar lagi” kataku dalam hati “bisa mati orgasme nih saya” Aku mengocoknya perlahan sesuai perintahnya, semakin kukocok benda itu makin membengkak saja. Pak Romli menarik tangannya keluar dari celana dalamku, jari-jarinya basah oleh cairan vaginaku yang langsung dijilatinya seperti menjilat madu. Kemudian aku disuruh berdiri menghadap tembok dan menunggingkan pantatku pada mereka, kusandarkan kedua tanganku di tembok untuk menyangga tubuhku. “Asyik nih, malam ini kita bisa ngerasain pantat si non yang putih mulus ini” celoteh Pak Romli sambil meremasi bongkahan pantatku yang sekal. Aku menoleh ke belakang melihat dia mulai menurunkan celana dalamku, disuruhnya aku mengangkat kaki kiri agar bisa meloloskan celana dalam. Akhirnya pantatku yang sudah telanjang menungging dengan celana dalamku masih menggantung di kaki kanan. “Pak masukin sekarang dong” pintaku yang sudah tidak sabar marasakan batang-batang besar itu menjejali vaginaku. “Sabar non, bentar lagi, bapak suka banget nih sama vagina non, wangi sih !” kata Pak Romli yang sedang menjilati vaginaku yang terawat baik. ak Usep mendorong penisnya pada vaginaku, walaupun sudah becek oleh lendirku dan ludahnya, aku masih merasa nyeri karena penisnya yang tebal tidak sebanding ukurannya dengan liang senggamaku. Aku merintih kesakitan merasakan penis itu melesak hingga amblas seluruhnya. Tanpa memberiku waktu beradaptasi, dia langsung menyodok-nyodokkan penisnya dengan kecepatan yang semakin lama semakin tinggi. Pak Egy sejak posisiku ditunggingkan masih betah berjongkok diantara tembok dan tubuhku sambil mengenyot dan meremas payudaraku yang tergantung persis anak sapi yang sedang menyusu dari induknya. Pak Romli terus menggenjotku dari belakang sambil sesekali tangannya menampar pantatku dan meninggalkan bercak merah di kulitnya yang putih. Genjotannya semakin mambawaku ke puncak birahi hingga akupun tak dapat menahan erangan panjang yang bersamaan dengan mengejangnya tubuhku. Tak sampai lima menit dia pun mulai menyusul, penisnya yang terasa makin besar dan berdenyut-denyut menggesek makin cepat pada vaginaku yang sudah licin oleh cairan orgasme. “Ooohh… oohh… di dalam yah non… sudah mau nih” bujuknya dengan terus mendesah “Ahh… iyahh… di dalam aja… ahh” jawabku terengah-engah di tengah sisa-sisa orgasme panjang barusan. Akhirnya diiringi erangan nikmat dia hentikan genjotannya dengan penis menancap hingga pangkalnya pada vaginaku, tangannya meremas erat-erat pinggulku. Terasa olehku cairan hangat itu mengalir memenuhi rahimku, dia baru melepaskannya setelah semprotannya selesai. Tubuhku mungkin sudah ambruk kalau saja mereka tidak menyangganya kuhimpun kembali tenaga dan nafasku yang tercerai-berai. Setelah mereka melepaskan pegangannya, aku langsung bersandar pada tembok dan merosot hingga terduduk di lantai. Kuseka dahiku yang berkeringat dan menghimpun kembali tenaga dan nafasku yang tercerai- berai, kedua pahaku mengangkang dan vaginaku belepotan cairan putih seperti susu kental manis. “Hehehe…liat nih, air sperma saya ada di dalam vagina wanita kamu” kata Pak Romli pada Dimas sambil membentangkan bibir vaginaku dengan jarinya, seolah ingin memamerkan cairan spermanya pada Dimas yang mereka kira pacarku. Opps…omong-omong tentang Dimas, aku hampir saja melupakannya karena terlalu sibuk melayani kedua satpam ini, ternyata sejak tadi dia menikmati liveshow ini di sudut ruangan sambil mengocok-ngocok penisnya sendiri. Kasihan juga dia pikirku cuma bisa melihat tapi tidak boleh menikmati, dasar buaya sih, begitu pikirku. Sekarang, Pak Romli menarik rambutku dan menyuruhku berlutut dan membersihkan penisnya, Pak Egy yang sudah membuka celananya juga berdiri di sebelahku menyuruhku mengocok penisnya. Hhmmm…nikmat sekali rasanya menjilati penisnya yang berlumuran cairan kewanitaanku yang bercampur dengan sperma itu, kusapukan lidahku ke seluruh permukaannya hingga bersih mengkilap, setelah itu juga kuemut-emut daerah helmnya sambil tetap mengocok milik Pak Egy dengan tanganku. Aku melirik ke atas melihat reaksinya yang menggeram nikmat waktu kugelikitik lubang kencingnya dengan lidahku. “Hei, sudah dong saya juga mau disepongin sama si non ini” potong Pak Egy ketika aku masih asyik memain-mainkan penis Pak Romli. Pak Egy meraih kepalaku dan dibawanya ke penisnya yang langsung dijejali ke mulutku. Miliknya memang tidak sebesar Pak Romli, tapi aku suka dengan bentuknya lebih berurat dan lebih keras, ukurannya pun pas dimulutku yang mungil karena tidak setebal Pak Romli, tapi tetap saja tidak bisa masuk seluruhnya ke mulut karena cukup panjang. Aku mengeluarkan segala teknik menyepongku mulai dari mengulumnya hingga mengisap kuat-kuat sampai orangnya bergetar hebat dan menekan kepalaku lebih dalam lagi. Waktu sedang enak-enak menyepong, tiba- tiba Dimas mengerang, memancingku menggerakkan mata padanya yang sedang orgasme swalayan, spermanya muncrat berceceran di lantai. Pasti dia sudah horny banget melihat adegan-adegan panasku. Merasa cukup dengan pelayanan mulutku, Pak Egy mengangkat tubuhku hingga berdiri, lalu dihimpitnya tubuhku ke tembok dengan tubuhnya, kaki kananku diangkat sampai ke pinggangnya. Dari bawah aku merasakan penisnya melesak ke dalamku, maka mulailah dia mengaduk-aduk vaginaku dalam posisi berdiri. Berulang-ulang benda itu keluar-masuk pada vaginaku, yang paling kusuka adalah saat-saat ketika hentakan tubuh kami berlawanan arah, sehingga penisnya menghujam vaginaku lebih dalam, apalagi kalau dengan tenaga penuh, kalau sudah begitu wuihh… seperti terbang ke surga tingkat tujuh rasanya, aku hanya bisa mengekspresikannya dengan menjerit sejadi-jadinya dan mempererat pelukanku, untung gedung ini sudah kosong, kalau tidak bisa berabe nih. Sementara mulutnya terus melumat leher, mulut, dan telingaku, tanganya juga menjelajahi payudara, pantat, dan pahaku. Gelombang orgasme kini mulai melandaku lagi, terasa sekali darahku bergolak, akupun kembali menggelinjang dalam pelukannya. Saat itu dia sedang melumat bibirku sehingga yang keluar dari mulutku hanya erangan- erangan tertahan, air ludah belepotan di sekitar mulut kami. Di sudut lain aku melihat Pak Romli sedang beristirahat sambil merokok dan mengobrol dengan Dimas. Pak Egy demikian bersemangatnya menyetubuhiku, bahkan ketika aku orgasmepun dia bukannya berhenti atau paling tidak memberiku istirahat tapi malah makin kencang. Kakiku yang satu diangkatnya sehingga aku tidak lagi berpijak di tanah disangga kedua tangan kekar itu. Tusukan-tusukannya terasa makin dalam saja membuat tubuhku makin tertekan ke tembok. Sungguh kagum aku dibuatnya karena dia masih mampu menggenjotku selama hampir setengah jam bahkan dengan intensitas genjotan yang stabil dan belum menunjukkan tanda-tanda akan klimaks. Sesaat kemudian dia menghentikan genjotannya, dengan penis tetap menancap di vaginaku, dia bawa tubuhku yang masih digendongnya ke arah kloset. Disana barulah dia turunkan aku, lalu dia sendiri duduk di atas tutup kloset. “Huh…capek non, ayo sekarang gantian non yang goyang dong” perintahnya Akupun dengan senang hati menurutinya, dalam posisi seperti ini aku dapat lebih mendominasi permainan dengan goyangan-goyangan mautku. Tanpa disuruh lagi aku menurunkan pantatku di pangkuannya, kuraih penis yang sudah licin itu dan kutuntun memasuki vaginaku. Setelah menduduki penisnya, aku terlebih dahulu melepaskan baju dan bra-ku yang masih menggantung supaya lebih lega, soalnya badanku sudah panas dan bemandikan keringat, yang masih tersisa di tubuhku hanya rokku yang sudah tersingkap hingga pinggang dan sepasang sepatu hak di kakiku. Aku menggoyangkan tubuhku dengan gencar dengan gerakan naik- turun, sesekali aku melakukan gerakan meliuk sehingga Pak Egy mengerang karena penisnya terasa diplintir. Kedua tangannya meremasi payudaraku dari belakang, mulutnya juga aktif mencupangi pundak dan leherku. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh tangan besar yang menjambak rambutku dan mendongakkan wajahku ke atas. Dari atas wajah Pak Romli mendekat dan langsung melumat bibirku. Dimas yang sudah tidah bercelana juga mendekatiku, sepertinya dia sudah mendapat ijin untuk bergabung, dia menarik tanganku dan menggenggamkannya pada batang penisnya. “Mmpphh… mmmhh !” desahku ditengah keroyokan ketiga orang itu. Toilet yang sempit itu menjadi penuh sesak sehingga udara terasa makin panas dan pengap. “Ayo dong Citra… emut, sepongan kamu kan mantep banget” Dimas menyodorkan penisnya kemulutku yang langsung kusambut dengan kuluman dan jilatanku, aku merasakan aroma sperma pada benda itu, lidahku terus menjelajah ke kepala penisnya dimana masih tersisa sedikit cairan itu, kupakai ujung lidah untuk menyeruput cairan yang tertinggal di lubang kencingnya. Ini tentu saja membuat Dimas blingsatan sambil meremas-remas rambutku. Aku melakukannya sambil terus bergoyang di pangkuan Pak Egy dan mengocok penisnya Pak Romli, sibuk sekali aku dibuatnya. Sesaat kemudian penisnya makin membesar dan berdenyuk-denyut, lalu dia menepuk punggungku dan menyuruhku turun dari pangkuannya. Benar juga dugaanku, ternyata dia ingin melepaskan maninya di mulutku. Sekarang dengan posisi berlutut aku memainkan lidahku pada penisnya, dia mulai merem-melek dan menggumam tak jelas. Seseorang menarik pinggangku dari belakang membuat posisiku merangkak, aku tidak tahu siapa karena kepalaku dipegangi Pak Egy sehingga tidak bisa menengok belakang. Orang itu mendorongkan penisnya ke vaginaku dan mulai menggoyangnya perlahan. Kalau dirasakan dari ukurannya sih sepertinya si Dimas karena yang ini ukurannya pas dan tidak menyesakkan seperti milik Pak Romli. Ketika sedang enak-enaknya menikmati genjotan Dimas penis di mulutku mulai bergetar “Aahhkk… saya mau keluar… non” Pak Egy kelabakan sambil menjambaki rambutku dan creett…creett, beberapa kali semprotan menerpa menerpa langit-langit mulutku, sebagian masuk ke tenggorokan, sebagian lainnya meleleh di pinggir bibirku karena banyaknya sehingga aku tak sanggup menampungnya lagi. Aku terus menghisapnya kuat-kuat membuatnya berkelejotan dan mendesah tak karuan, sesudah semprotannya berhenti aku melepaskannya dan menjilati cairan yang masih tersisa di batangnya. Dengan klimaksnya Pak Egy, aku bisa lebih berkonsentrasi pada serangan Dimas yang semakin mengganas. Tangannya merayap ke bawah menggerayangi payudaraku. Dimas sangat pandai mengkombinasikan serangan halus dan keras, sehingga aku dibuatnya melayang-layang. Gelombang orgasme sudah diambang batas, aku merasa sudah mau sampai, namun Dimas menyuruhku bertahan sebentar agar bisa keluar bersama. Sampai akhirnya dia meremas pantatku erat-erat dan memberitahuku akan segera keluar, perasaan yang kutahan-tahan itu pun kucurahkan juga. Kami orgasme bersamaan dan dia menumpahkannya di dalamku. Vaginaku serasa banjir oleh cairannya yang hangat dan kental itu, sperma yang tidak tertampung meleleh keluar di daerah selangakanganku. Aku langsung terkulai lemas di lantai dengan tubuh bersimbah peluh, untung lantainya kering sehingga tidak begitu jorok untuk berbaring di sana. Vaginaku rasanya panas sekali setelah bergesekan selama itu, dengan 3 macam penis lagi. Lututku juga terasa pegal karena dari tadi bertumpu di lantai. Setelah merasa cukup tenaga, aku berusaha bangkit dibantu Dimas. Dengan langkah gontai aku menuju wastafel untuk membasuh wajahku, lalu kuambil sisir dari tasku untuk membetulkan rambutku yang sudah kusut. Aku memunguti pakaianku yang berserakan dan memakainya kembali. Kami bersiap meninggalkan tempat itu. “Lain kali kalau melakukan hubungan badan hati-hati, kalau ketangkap kan harus bagi-bagi” begitu kata Pak Egy sebagai salam perpisahan disertai tepukan pada pantatku. “Citra… Citra… sori dong, kamu marah ya !” kata Dimas yang mengikutiku dari belakang dalam perjalananku menuju tempat parkir. Dengan cueknya aku terus berjalan dan menepis tangannya ketika menangkap lenganku, dia jadi tambah bingung dan memohon terus. Setelah membuka pintu mobil barulah aku membalikkan badanku dan memberi sebuah kecupan di pipinya seraya berkata “Saya nggak marah kok, malah enjoy banget, lain kali kita coba yang lebih gila yah, see you, good night” Dimas hanya bisa terbengong di tengah lapangan parkir itu menyaksikan mobilku yang makin menjauh darinya. Anda sedang membaca artikel tentang Nafsu Dalam Mobil dan anda bisa menemukan artikel Nafsu Dalam Mobil ini dengan url anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Nafsu Dalam Mobil ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda, namun jangan lupa untuk meletakkan link Nafsu Dalam Mobil sumbernya.
cerita dewasa di mobil